Love...
Love...
Love...
What is the meaning of love?
Kenapa banyak banget orang-
orang yang menantikan
kehadirannya? Nggak yang; tua,
muda, kaya, miskin, cewek,
cowok, pria, wanita, bahkan
waria sekalipun. Huuft...kayaknya
semua orang pada terobsesi buat
mengenal cinta, mempunyai
pasangan, membina rumah
tangga, punya anak, atau apalah
itu. Eiitt!!! Kecuali aku.
"Eh, entar pulang skull anter aku
ke toko buku yaa." pintaku pada
Ria, teman sekelasku.
"Heheee...sory, Han. Tapi aku udah
ada janji sama cowokku."
jawabnya sambil cengar-cengir
nggak jelas.
Ugh!! Ku kerutkan kedua alisku.
Huft! Kenapa sih semua orang
lebih mementingkan waktu buat
kencan dari pada buat kegiatan
lainnya yang lebih bermanfaat.
Terutama Ria, semenjak
mempunyai cowok, dia jadi
berubah 195, 236 derajat.
"Okey, no problem." ujarku lirih.
Lagi-lagi aku harus ke toko buku
sendiri deh. Kenapa sih aku
nggak pernah punya temen yang
bisa kuajak ke toko buku bareng?
Ria satu-satunya temen sekaligus
sahabatku satu genk yang mau
nemenin aku ke toko buku
sekarang juga udah nggak mau
lagi. Ya…itu semenjak dia pacaran
sama adik kelas.
"Hanna,,,sebenernya tipe cowok
seperti apa sih yang kamu cari?,
nggak sedikit cowok yang naksir
sama kamu. Tapi kamu malah
cuek-cuek aja." ujar Elvi,
sahabatku satu genk juga. Dia
memang perhatian banget sama
aku. Terutama buat masalah
cowok. Dia terlalu terobsesi buat
nyariin cowok yang pas buat
aku.
"Hellow...putri,,,,memangnya
kenapa kalo gue nggak punya
cowok?? So what gitu lho?"
jawabku cuek.
"Hanna, semua cewek di sekolah
ini udah pada punya cowok.
Sedangkan loe?? Loe cewek
manis, ketua genk kita, belom
punya cowok! Apa kata dunia??"
"Ah!!, hiperbola banget deh, loe.
Denger ya!!, dunia ini nggak akan
runtuh cuma gara-gara gue
nggak punya cowok." ujarku
santai, ku angkat kedua alisku
dan menatapnya, "Lagian, dunia
ini nggak punya pita suara. So???
Tenang aja deh, dia nggak
bakalan berkata apa-apa kok."
___
"Kax, lulus sekolah nanti kamu
mau nglanjutin kemana?"
tanyaku pada kak Ita. Waktu itu
kami sedang berada di warung
bakso, tempat yang pas buat gila-
gilaan and nglepas stres.
Biasanya sih kami nggak cuma
berdua, tapi bertiga. Ada Marya
juga. Tapi tuh anak dari dulu
nggak pernah beres. Suka banget
pergi sama cowok-cowok ynag
belum dia kenal sebelumnya.
Gossip tentang dia di desa pun
mulai menjadi-jadi. Tapi dianya
tetep nggak menggubris hal itu.
Aku aja sampai hamper dikirim
Iduku ke Kalimantan biar nggak
maen sama si Marya. Ibuku nggak
suka banget sama kelakuan dia
yang makin menjadi-jadi.
"Ke KUA,," jawab kak Ita singkat.
Tersentak aku mendengarnya.
Hampir saja ku telan bulat-bulat
butiran bakso yang baru saja ku
masukkan ke dalam rongga
mulutku.
"KUA?, ngapain?" Tanyaku lagi.
"Jadi hansip," jawabnya cepat,
lalu tertawa geli melihat expresi
wajahku, "yaa nikahlah."
sambungnya. Untuk yang
kesekian kalinya aku hampir
tersedak gara-gara jawaban kak
Ita. Segera ku ambil segelas es
teh, dan menyerutupnya dengan
sedotan kecil.
"What? Married? Really?"
"Kenapa?? Salah?" Kak Ita balik
nanya.
"Apa nggak ada rencana lain,
selain nikah?" Nggak ada
jawaban yang ku dengar dari
mulut kak Ita. Ia hanya
menggelengkan kepala dan
tersenyum manis, pertanda
memang nggak ada rencana lain
kecuali buat membina rumah
tangga setelah ia lulus SMA nanti.
Apa mereka nggak menyadari?,
bahwa inilah satu-satunya masa
kebebasan yang nggak bakalan
terulang lagi. Masa remaja yang
penuh cerita. Hanya sekali
seumur hidup. Apa mereka nggak
berfikir? Apa yang akan mereka
alami setelah menikah nanti.
Mereka akan terbelenggu dengan
beraneka macam aturan-aturan
yang monoton, jumlah teman
yang dibatasi, dan mereka akan
kehilangan kesempatan untuk
melakukan hal-hal konyol yang
nggak bisa mereka lakukan
setelah menikah nanti. Dan
setelah itu, mereka akan
menimang bayi, bekerja keras
buat memenuhi kebutuhan
keluarga, menjumpai berbagai
konflik keluarga; pertenangan,
percekcokan, perselisihan, dan
apalah itu. Huft!, sangat susah
untuk ku bayangkan. Bahkan
akupun tak ingin membayangkan
hal-hal itu.
Oh....rasanya aku tak ingin
mengalami semua hal-hal yang
bagaikan benang ruwet itu.
Di usiaku yang saat ini, aku
benar-benar ingin merangkai
sebuah cerita yang sangat indah,
merancang masa depan yang
cerah. Supaya aku nggak
menyesali kepergian masa
remajaku yang hanya sekali ini.
Sebuah cerita yang akan ku
kenang di masa yang akan
datang kelak. Aku tak ingin
mengenal cinta terlebih dahulu.
Because, I think love can make
my future was broken.
Yaaa...cinta hanya akan
membelenggu hidupku. Cinta
hanya akan memisahkanku dari
masa kebebasan yang hanya ku
alami sekali seumur hidup ini.
Oo iya. Aku Hanna. Dan ini adalah
kisahku. Kisah dimana aku tak
ingin mengenal satu nama. Yaitu,
cinta.
To Be Continue.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar